Artikel Utama

Catatan ke-32: Transformasi

16 Januari 2022

Catatan ke-30: Hubungan GD Puasa, GD2JPP dan Homa-B sebelum divonis DMT2


16 Januari 2022 | 

Saya ingin melanjutkan postingan saya tentang isi dari jurnal "Type 2 diabetes: Etiology and reversibility" yang ditulis oleh Roy Taylor pada tahun 2013. Postingan saya sebelumnya dapat dibaca melalui: "Catatan ke-29: Video yang merubah mindset saya".

Dalam jurnal tersebut, saya tertarik pada 3 buah gambar yang disusun berurutan dari atas ke bawah. Di mana, gambar tersebut menunjukkan hubungan GD Puasa, GD2JPP dan Homa-B sebelum divonis DMT2. Satuan waktu (tahun) dalam gambar tersebut dimulai dari beberapa tahun sebelum seseorang divonis mengidap DMT2, yang ditandai dengan hasil Gula Darah Puasa (GDP) sekitar 7,5 mmol (135 mg/dL), GD2JPP sekitar 12 mmol (216 mg/dL) dan HOMA-B sekitar 60-an %.
Jujur sekali, saya ngeri setelah melihat grafik itu karena batasan2 dari "vonis" DM tersebut telah saya lalui semuanya. GD Puasa pernah 307 mg/dL dan Homa-B tinggal 47,1%. Ternyata saya memang positif DMT2. Tapi ga apa-apa, saya sudah menerima dan sekarang berfikir untuk menerapkan solusinya.


Yang menarik dari grafik tersebut (dan uraian dalam jurnal) bahwa sebenarnya sebelum seseorang divonis DMT2, sudah ada tanda-tandanya. Paling tidak, 1-2 tahun sebelum vonis itu datang, sudah ada tanda-tandanya. Ini yang disebut dengan kondisi Pre-Diabetes (menurut saya). Ketika GD Puasa & GD2JPP naik, ternyata di saat itu mulai terjadi penurunan kapasitas sel beta pankreas. Itu harus disikapi dengan serius dan hati-hati. Dan itu terjadi bukan seminggu-dua minggu, namun 1-2 tahun. 

Kalau boleh saya ingin memberikan analogi pada mesin mobil yang mengalami overheat (karena saya pernah mengalaminya sendiri):
Ketika sistem pendingin mobil mulai bermasalah yang disebabkan oleh: air radiator kotor, radiator mampet, adanya kebocoran di sistem pendinginan, maka otomatis proses pendinginan mesin tidak maksimal. Pada kondisi itu, mungkin indikator temperatur pada dashboard mobil akan naik. Nah, driver yang baik ketika melihat melihat indikator temperatur naik, pasti akan berhenti untuk mendinginkan mesin mobil. Paling tidak membuka kap mobil dan memeriksa kondisi dari sistem pendinginan tersebut. Tujuannya apa? Agar tidak terjadi overheat mesin mobil sehingga membuat mesin jadi rusak. Bagi driver yang "asal-asalan" injak gas (kurang pengalaman), dia ga peduli indikator temperatur naik. Yang penting mobil tetap jalan dan sampai tujuan, meskipun resiko mesin rusak semakin besar.
Tanda-tanda DMT2 sebenarnya dapat dirasakan sebelumnya. Ini terjadi pada kondisi Pre-Diabetes. Pada analogi di atas, hal ini terjadi ketika indikator temperatur naik. Apa yang seharusnya dilakukan? Ya berhenti dan menepi. Periksa kondisi tubuh dengan melakukan beberapa tes lab agar tahu dengan jelas keadaannya. Jangan asal hajar saja dan berasumsi yang macam-macam. Bisa cek GD Puasa, HbA1C atau Insulin Puasa (untuk tahu resistensi insulin dan kapasitas sel beta pankreas). Jika hasil tes memang menyatakan pada kondisi Pre-Diabetes, ya lakukan treatment atau ikhtiyar untuk mengembalikan kondisi tubuh ke normal, dan jangan sampai masuk ke kondisi DMT2.

Percaya saja, biaya turun mesin mobil lebih mahal dari pada memperbaiki sistem pendingin mobil (radiator dkk.). Saya jamin akan menyesal di belakang hari. Hal ini telah saya alami ketika mesin mobil saya rusak saat naik ke gunung. Padahal sebelumnya saya sudah kepikiran untuk service radiator (pada akhirnya tidak saya lakukan karena malas dan waktu terbatas). Jika dibandingkan, biaya service radiator sebesar Rp200an ribu jauh lebih murah dari pada biaya turun mesin mobil diesel sebesar Rp8 jutaan. Bahkan kalaupun ganti radiator yang baru seharga Rp1 jutaan, itu masih jauh lebih murah dari pada biaya turun mesin.

Sayangnya, organ dalam kita dijatah 1 saja. Seperti pankreas sebagai penghasil insulin (terkait tes HOMA-B), jumlahnya hanya 1. Teknologi transplantasi pankreas masih dalam uji coba dan terus dikembangkan. Yang pasti akan sangat mahal dan beresiko. Lain dengan spare part mobil yang jumlahnya sangat banyak. Mau ganti mesin (switch engine) juga bisa. 
Mungkin rekan-rekan di sini yang memang sudah positif terkena DMT2 sebaiknya menerima kondisi dan tetap berikhtiyar untuk memperbaiki kualitas kesehatannya. Ada berbagai metode, namun pertimbangkan yang dapat dilakukan dengan enjoy dan BERKELANJUTAN (jangka panjang). Mau diet ketofastosis, low karbo, very low karbo, atau pakai herbal/medis, silahkan saja. Namun pelajari resiko dari masing-masing treatment tersebut. Yang jelas, berfikirlah untuk keberlanjutan jangka panjang. 

Yang sedang menyongsong DMT2 (kondisi Pre-Diabet), belajarlah dari yang telah divonis DMT2. Berhentilah sejenak dan berfikirlah untuk mulai mengubah pola hidup sehat. Gunakan otak dan sumber daya yang ada untuk belajar tentang kesehatan. Sudah banyak sumber di jaman internet saat ini. Jangan sampai terlanjur masuk ke kondisi DMT2 sehingga akan memerlukan "laku prihatin" yang lebih berat dalam mengelola kondisi tersebut.

Dan bagi yang masih normal, bersyukurlah. Jaga amanah Tuhan yang berupa kesehatan tersebut, karena itu merupakan salah satu aset yang "mahal" ketika sudah merasakan sakit. Mulai buka pikiran dengan pengetahuan tentang kesehatan. 

Jangan sampai seperti saya, abai terhadap "indikator" DMT2 yang telah menyala sahingga divonis DMT2.

Semoga tulisan ini bermanfaat....