16 Januari 2022 |
Sebelumnya saya berterima kasih pada Dr. Jason Fung yang telah menyebarkan video seminar/kuliahnya tentang mengelola diabetes. Video itu berjudul: "Two Big Lies about Type 2 Diabetes" (link: https://youtu.be/FcLoaVNQ3rc). Saya telusuri video-video dari Dr. Fung tersebut dan memang terjadi pro dan kontra. Yang mempermasalahkan bukan orang awam biasa seperti saya, namun para ahli/pakar kesehatan. Namun apapun itu, melalui video tersebut, saya dapat mengubah mindset dan mendapatkan hasil positif secara signifikan setelah melakukan treatment yang disarankan oleh Dr. Fung. Thanks Dr. Fung....
Sebelum saya divonis DM "tanpa sengaja" dengan hasil lab GD Puasa 307 pada 30 September 2021, sebenarnya beberapa komplikasi telah saya alami. Namun saya ga sadar jika itu merupakan komplikasi akibat GD tinggi. Mau tahu komplikasi apa saja? Ini listnya:
- Infeksi telinga kanan selama 1 tahunan, mulai awal 2020
- Caries (pengeroposan) gigi geraham kiri atas selama 3 bulan
- Sering pipis dan selalu haus
- Sering masuk angin (2-3 kali seminggu selalu blonyohan/kerokan minyak GPU)
- Tidak fokus dalam berfikir
- Makan banyak tapi BB turun
Semalam, saya tonton video itu lagi dan mencoba mencari salah satu jurnal yang digunakan Dr. Fung dalam seminar/kuliah-nya tersebut. Akhirnya ketemu dan saya sangat tertarik untuk membacanya.
Jurnal yang ditulis oleh Roy Taylor dengan judul "Type 2 diabetes: Etiology and reversibility" yang diterbitkan di Jurnal Diabetes Care volume 36(4) tahun 2013 halaman 1047–1055 (link: https://doi.org/10.2337/dc12-1805), cukup membuat saya “tersenyum”. Ternyata (mungkin) beranjak dari jurnal tersebut, para “pakar” diet, bisa meng-klaim bahwa Diabetes Tipe 2 (DMT2) dapat diatasi tanpa obat medis. Saya paham itu, hahaha.....
Dalam jurnal tersebut, salah satu bagian terpenting yang ingin saya sampaikan pada tulisan ini adalah di bagian “Implication for management of type 2 diabetes”. Saya kutip sedikit statement yang saya terjemahkan bebas:
“Peran aktivitas fisik harus diperhatikan. Peningkatan aktivitas fisik harian menyebabkan penurunan "fatty liver” (43), dan satu jenis olahraga secara substansial menurunkan lipogenesis de novo (39) dan VLDL (very low density lipoprotein) plasma (92). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontrol kalori yang dikombinasikan dengan olahraga jauh lebih berhasil daripada pembatasan kalori saja (93). Namun, program olahraga saja tidak menghasilkan penurunan berat badan bagi orang paruh baya yang kelebihan berat badan (94). Penurunan berat badan awal yang diperlukan membutuhkan pengurangan substansial dalam asupan energi. Setelah berat badan turun, kestabilan berat badan paling efektif dapat dicapai dengan kombinasi diet dan aktivitas fisik. Latihan aerobik dan pembatasan kalori merupakan upaya yang efektif (95). Faktor terpenting adalah keberlanjutan.”
Saya memegang kuat kalimat terakhir dari kutipan di atas. KEBERLANJUTAN...!!! Jadi dalam mindset saya, apabila ingin menjaga agar DM tidak mengarah pada komplikasi, lakukan upaya yang BERKELANJUTAN. Oleh karena itu, tujuan utama saya selama 3 bulan melakukan Intermittent Fasting (IF), Diet low karbo dan olah raga beban/HIIT sebenarnya untuk membentuk perilaku baru (NEW NORMAL) dalam mengelola diabetes yang saya alami.
HbA1C saya boleh turun dari 8,2% menjadi 5,0%. Berat badan saya yang semula sekitar 85 Kg boleh turun menjadi 70 Kg dalam waktu 3 bulan ini sehingga saya masuk ke dalam BMI ideal (TB = 173 cm; BB = 70 Kg). Resistensi insulin (HOMA-IR) = 1,4 yang menunjukkan saya normal ( HOMA-IR < 2). Namun mau berapa lama mempertahankan kondisi itu jika perilaku tidak berubah? Jawaban logisnya adalah PERUBAHAN PERILAKU. Ingat, saya dulu orang normal, tidak punya masalah apa2 terkait sindrom metabolik. Namun karena perilaku makan banyak jarang gerak, akhirnya saya mengalami obesitas dan akhirnya berakhir di DMT2. Saya ga mau DMT2 berlanjut ke komplikasi.
Pemikiran saya:
Jika ingin tahu tentang kondisi tubuh terkait DMT2, maka lakukan screening awal. Ga usah menebak-nebak apakah saya kena DMT2 atau ga? Lha wong sudah masuk ke Pre-Diabetes saja sudah “zona kuning” kok. Tes-tes yang sudah pernah saya lakukan antara lain:
- GD Puasa
- Glucose Tolerance Test (GTT)
- Insulin puasa (untuk menentukan HOMA-IR & HOMA-B)
- Profil lemak
Dari hasil tes tersebut, saya positif DM dan lebih spesifik lagi, masalah saya di penurunan kapasitas sel beta pankreas. Dengan demikian, saya bisa fokus pada AKAR MASALAH DMT2 yang saya hadapi.
Namun dari itu semua, saya menekankan pada KEBERLANJUTAN treatment yang saya lakukan agar kualitas hidup lebih baik, lebih sehat sehingga mimpi besar saya dapat saya capai. Klo sakit, produktivitas hidup akan berkurang. Yakin deh....
Semoga bermanfaat....